Skip to main content

Edisi 1 Juni 2015

Oleh : Misnianto

 

ABSTRAKSI

 

Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara psikologis, sosial, maupun sosial biologis. Seseorang yang melangsungkan perkawinan, maka dengan sendirinya semua kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi. Pada mulanya seseorang dalam suatu perjanjian perkawinan bersepakat untuk mencari kebahagiaan dan melanjutkan keturunan serta ingin hidup bersama sampai akhir hayat, namun tidak sedikit hasrat itu kandas ditengah jalan oleh adanya berbagai hal. Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan ada tiga hal yang dapat mengakibatkan putusnya suatu perkawinan yaitu kematian, perceraian dan keputusan pengadilan.

Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas – asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Sedangkan pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.

Dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa untuk melakukan perceraian harus terdapat alasan yang cukup untuk tidak lagi hidup rukun sebagai suami-istri. Adapun alasan – alasan tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
  6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. Suami melanggar Ta’lik Talak.
  8. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Kata kunci : Kasus perceraian, hukum positif, pengadilan agamaUPAYA MENCARI KEADILAN PADA KASUS PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI PENGADILAN AGAMA KRAKSAAN

Tinggalkan Balasan