Skip to main content

MASYARAKAT ISLAM DI MASA MENDATANG

Oleh : Muhammad Hendra

Di negara Indonesia sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa sebagian besar penyelenggara Pemerintah, baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota dan Desa, diragukan dalam hal::

  1. Ketaqwaannya

Para koruptor atau pengacau negara di Indonesia juga mengaku bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahkan juga terbukti dari sumpah saat akan memegang suatu jabatan, akan tetapi dalam realitas sehari- hari keadaan tersebut hanya omong kosong, sama sekali tidak menjadi pegangan hidup. Tidak jarang mereka melakukan kecurangan dengan mengatasnamakan agama, bahkan setiap pejabat disumpah dengan kata Demi Allah.

  1. Kejujurannya

Walaupun ada sebagian kecil yang baik, akan tetapi sebagian besar. Penyelenggara negara tidak jujur, bahkan sering melakukan kebohongan publik demi menyelamatkan kedudukannya. Karena ketidakjujurannya ini tidak jarang yang bersangkutan merasa dirinya selalu terancam, merasa tidak berani berjalan sendirian. Siapa saja dianggap menjadi ancaman baginya.

  1. Kepandaian dan kecerdasannya

Ada kemungkinan sebagian besar penyelenggara negara cerdik dan pandai, akan tetapi bukan disiapkan untuk merubah negara ke masa depan yang lebih maju,’ akan tetapi hanya cerdik dan pandai dalam menggunakan paradigma lama, sehingga tidak siap untuk menghadapi tantangan negara di masa berikutnya atau di masa depan. Di samping itu kepentingan Politik yang memunculkan kepentingan individu, kelompok, golongan atau sejenisnya, malahan memandulkan kepandaiannya. Orang pandai seolah- olah menjadi orang yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Bahkan tidak jarang Profesor di bidang ilmu Hukum sama sekali melupakan ajaran ilmu Hukum.

  1. Keinginannya untuk merubah dan memajukan suatu negara.

Keinginan Para Penyelenggara negara untuk menjadikan negara lebih maju tidak ada atau ada tetapi tetap dengan. menggunakan cara- cara lama, padahal tantangan yang dihadapinya Sudan merupakan tantangan yang baru. Tidak terdengar keseriusan dalam memajukan Negara. Tidak jarang hanya janji- janji politik, padahal dengan jelas bahwa ia tahu tidak akan mungkin dapat mewujudkannya. Misalnya Calon Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan akan mengatasi kemacetan lalu lintas dan banjir dalam tiga tahun.

  1. Kemandiriannya

Tidak ada sama sekali Penyelenggara negara di Indonesia yang dapat berpikir dan membuat kebijakan secara mandiri, akan tetapi tetap bergantung pada orang lain yang kemungkinan besar lebih buruk. Seperti Kasus Handphone bagi TKW, Kasus Kesultanan Jogyakarta, dan sebagainya. Kita tahu, bahwa keputusan Pimpinan kadangkala dipengaruhi oleh orang- orang sekitarnya yang justru memiliki kepentingan kelompok atau individu atau golongannya. PKS jelas berpihak pada Rakyat, akan tetapi dianggap membangkang koalisi, berarti selama ini koalisi mengadakan perjanjian politik yang tidak berpihak pada rakyat. Keadaan malahan tidak menghormati PKS malahan mencampakkannya. Masalah BBM hanya dihitung dari hasil BBM untuk subsidi BBM, dan sama sekali tidak ada perhitungan pendapatan dari sektor lain yang dapat dipergunakan untuk mensubsidi BBM. Selain itu sama sekali tidak memperhatikan bertambahnya kendaraan bermotor roda dua maupun empat yang tidak pernah dibendung, sehingga berapa saja produksi BBM semakin hari tetap semakin berkurang atau menjadi mahal.

  1. Keadilannya

Keadilan di Indonesia secara proporsional sudah tidak ada lagi dan sama sekali tidak ada keinginan untuk memperbaiki keadaan atau tingkah laku yang selama ini dilakukan. Keadilan ini jelas diragukan, karena bukan lagi hukum anzich yang berbicara, akan tetapi siapa yang berkuasa, dialah

hukum. Rasanya alam pikiran Romawi mulai berlaku. Raja adalah Hukum.

  1. Nilai persamaan antar manusia (Equal)

Dalam pelaksanaan tugas Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, asas persamaan ini seringkali tidak ditemukan, demikian pula pada pelayanan publik lainnya.  Equality ini jelas tidak ada lagi, karena Pemerintahan terbagi- bagi secara hierarchie menjadi strata- strata mulai yang kuat menjadi yang lemah. Bahkan rasa- rasanya yang lemah hanya untuk atas nama saja, tetapi bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri.

  1. Pluralisme

Di Negara Indonesia, kadangkala pluralisme ini terabaikan, maksudnya kadangkala pembuat kebijakan hanya beranggapan untuk satu golongan saja, dan ini merembet pada lembaga-lembaga lain yang beranggapan dirinya memiliki kewenangan untuk itu, seperti Fatwa Haram bagi perokok, ketentuan yang berkaitan dengan Nikah Sirri, ketentuan yang berkaitan dengan Pornografi dan sebagainya. Banyak fatwa haram yang lain, yang sama sekali akan menguntungkan mereka yang beragama lain karena tidak ada kata haram.MASYARAKAT ISLAM DI MASA MENDATANG

Tinggalkan Balasan